Jumat, 21 November 2008

NEGERI BALAP KARUNG

Oleh : Muhammadun

Indonesia, kini genap berusia 63 tahun. Usia 63 tahun ini berada di kisaran umur Nabi Muhammad SAW. Kita tidak tahu sampai kapan umur Republik Indonesia. Hanya saja semakin tua umur negeri dari Sabang sampai Merauke ini, makin menyedihkan. Penduduk miskin makin banyak, sumber daya alam luluh lantak, hutang luar negeri makin menumpuk, biaya sekolah makin mahal, harga-harga bahan pokok pun makin membumbung tinggi. Sangat bertolak belakang dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaaan UUD 1945.
Kondisi bangsa ini mirip dengan fenomena balap karung. Bukan tanpa arti bila permainan ini senantiasa dilombakan dalam pesta 17 Agustusan. Balap karung sesungguhnya mencerminkan jiwa bangsa. Balap karung persis menunjukkan perjalanan Bangsa Indoneia yang selalu saja kesrimpung. Maklum, nafsu untuk berlari begitu besar, tapi tenaga mampat karena kedua kaki terbelenggu ujung karung. Ironisnya, karung belenggu itu kita pegangi sendiri kencang-kencang dengan kedua belah tangan kita.
Kita berteriak ”bangkit Indonesia, bangkit Indonesia”, pekik merdeka pun hingga kini masih populer. Tapi di saat yang sama para petinggi republik ini makin menghamba pada kekuatan asing. Hakikatnya, menurut Dr. Revrisond Baswier, Republik Indonesia makin tidak mandiri, belum merdeka, belum berdaulat, serta banyak tergantung negara-negara asing. Celakanya, yang membuat kita masih terjajah adalah kita sendiri yang masih bermental inlander. Sehingga kita malah menikmati neo-kolonialisme yang melanda bangsa dan negara. DPR dan Pemerintah banyak mengesahkan peraturan perundangan yang mencerminkan sikap inlander tersebut. Akibatnya intervansi asing terjadi di berbagai lini kehidupan. Intervensi asing dalam pengelolaan bangsa, bisa kita lihat beberapa contohnya sebagai berikut :

Intervensi Pendidikan
Kita berteriak rakyat harus cerdas karena cita-cita republik ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, namun kini kita menganut kapitalilasi pendidikan. Akibatnya biaya sekolah makin mahal. Untuk sekedar contoh, kampus-kampus besar seperti UGM, UI, ITB dan IPB adalah Perguruan Tinggi paling favorit. Karena laku, lantas “dijual”. Keempatnya sejak tahun 2000, berubah statusnya menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berdasarkan PP No. 60/1999 dan PP No 61/1999. Kelak mereka bakal menjadi perusahaan jasa pendidikan pendidikan murni dengan payung Badan Hukum Pendidikan (BHP) berdasarkan UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 53 ayat 4.
Edward Sallis dalam bukunya Total Quality Management in Education, membeberkan bagaimana para pengambil kebijakan dan pelaksana pendidikan dipaksa menjalankan manajemen perusahaan berorientasi bisnis. Diantara dengan mengundang kapitalis merasuki kampus. Maka, IPB misalnya tidak sungkan lagi mengubah sebagian lahan kampus dan asrama mahasiswa-nya menjadi pusat perbelanjaan.
Draft RUU BHP sebenarnya dirancang sejak pertemuan World Declaration on Higher Education for the Twenty-First Century : Vision and Action di Paris tahun 1998 yang disponsori UNESCO. Kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan ini merupakan salah satu konsekuensi dari General Agreement on Trade in Services (GATS) WTO yang meliberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, dan jasa pendidikan.

”Asingisasi” BUMN
Dengan UU No 25/2007 tentang Penenaman Modal, pemain asing diberi kebebasan berkompetisi di Indonesia. Pasal 7 ayat 1 dan 2 malah menghalangi ”nasionalisasi” dengan berbagai aturan yang menyulitkan dan merugikan negara sendiri. Yang terjadi justeru ”asingisasi” BUMN kita. Tahun ini, Komite Privatisasi memutuskan untuk untuk menjual atau memprivatisasi 34 BUMN dan melanjutkan privatisasi 3 BUMN yang tertunda tahun sebelumnya. Privatisasi dilakukan melalui IPO di bursa efek (Bisnis Indonesia, 5/2/2008). Tentu dalam kondisi krisis dalam negeri seperti ini, pemain asing lah yang akan mampu membeli BUMN-BUMN kita.
Sebelumnya, hingga tahun 2001 telah dijual 14 BUMN. Pada periode 2001-2006, melalui skenario privatisasi kembali terjual 10 BUMN. Sedangkan tahun 2008 ini ditargetkan 37 BUMN dapat diprivatisasi. Celakanya BUMN yang ditawarkan di pasar adalah BUMN yang tergolong strategis dan sehat. Contoh yang pernah mencuat adalah penjualan Indosat. Beberapa BUMN lain yang dilego adalah : PT Krakatau Steel, PT Bank Tabungan Negara, PT Sucofindo, PT Sarinah, PT INTI, Garuda Indonesia, PT Waskita Karya, dll (Bisnis Indonesia, 5/2/2008). Sekretaris Meneg BUMN M Said Didu mengatakan, sebanyak 85 persen saham BUMN yang sudah melantai di pasar bursa dikuasai oleh kapitalis asing ( Tempo Interaktif, 23/2/2006).

Penguasaan Migas
Berdasarkan UU Migas No 22 tahun 2001, pemodal asing bebas bermain di sektor migas dari hulu sampai hilir. Saat ini, menurut Dr Hendri Saparini, lebih dari 90 persen dari 120 production sharing contract kita dikuasai korporasi asing. Lebih dari 70 persen cadangan minyak dan 80 persen cadangan gas Indonesia dikuasai 60-an perusahaan asing termasuk the big five : ExxonMobil, ShellPenzoil, TotalFinaElf, BPAmocoArco, dan ChevronTexaco.
Dengan legalisasi UU Migas tersebut, pada tahun 2004 sebanyak 105 perusahaan swasta (asing) mendapat ijin untuk merambah sektor hilir migas, termasuk membuka SPBU (Trust, edisi 11/2004). Perusahaan-perusahaan asing itu antara lain British Petrolium, Shell, Petro China, Petronas dan Chevron Texaco. Mereka beroperasi setelah pemerintah beberapa kali menaikkan harga BBM. Merekalah sejatinya yang mendesak agar harga BBM di Indonesia disesuaikan dengan harga pasar Internasional (pasal 28 UU Migas). Akibatnya? Kita semua merasakan makin mahalnya harga BBM.
Bukti lain konyolnya UU Migas adalah pada pasal 22 ayat 1 yang mengatakan bahwa badan usaha atau bentuk usaha wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lho, sebanyak-banyaknya kok 25 persen? Sekurang-kurangnya saja belum tentu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya? BBM bukan hanya mahal, tapi juga langka.
Dr. Revrisong Baswier mengatakan bahwa UU Migas tersebut draft-nya di buat oleh korporasi asing. Untuk membuat UU tersebut pihak Indonesia harus utang sebesar 4 juta dólar pada USA dan Asia Development Bank. Artinya kita mengutang untuk membuat Undang-undang yang sejatinya untuk kepentingan neo-kolonialis asing (Al-Wa’ie. Agustus 2008)

Intervansi Bidang Hankam, Hukum dan Budaya
Di bidang pertahanan-keamanan, kita diatur asing lewat program-program IMET (dengan Amerika Serikat), DCA (dengan Singapura), Densus 88 (AS-Australia) Namru 2 (Amerika Serikat). Proyek NAMRU 2 yang ditentang oleh Menteri Kesehatan Dr Siti Fadillah Supari ini, pernah disebut oleh Koordinator MER-C dr Jose Rizal Jurnalis sebagai pangkalan militer Amerika di jantung Indonesia.
Sementara itu di bidang hukum, warisan kolonial Belanda masih mendominasi hukum perdata dan pidana kita. Kita berteriak tegakkan supremasi hukum. Namun hukum yang berlaku masih warisan penjajah. Tentu banyak pasal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Contoh, dalam KUHP pasal 284, yang termasuk kategori perzinahan (persetubuhan di luar nikah)yang dikenakan sanksi hanyalah pria dan atau wanita yang telah menikah. Itupun jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Sanksinya pun hanya maksimal 9 bulan penjara.
Sebagaimana kita maklum, sumber pokok hukum perdata di Indonesia (Burgerlijk Wetboek) berasal dari hukum perdata Prancis, yaitu Code Napoleon, yang karena pendudukan Prancis di Belanda berlaku juga di negeri Belanda (tahun 1838). Di Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), juga merupakan copy paste dari KUHP untuk golongan Eropa (1867), dan KUHP untuk golongan Eropa itu juga copy paste dari Code Penal, yaitu Hukum Pidana di Prancis jaman Napoleon (1811).
Rakyat negeri katulistiwa ini pun bertubi-tubi diserbu arus budaya liberal. Sehingga pada domain private maupun publik kini kehidupan makin liberal. Seks bebas merajalela. Meski dampaknya ribuan rakyat terkena AIDS, sementara jutaan orok diaborsi tiap tahun. Namun para pengikut barisan kemaksiatan terus menjajakan budaya asing yang liberal ini.
Di bumi Melayu Riau pun sampai ada oknum anggota DPRD yang secara demonstratif mendukung kemaksiatan. Oknum anggota DPRD itu berencana mengundang Julia Perez dan Melly Zamri ke lokalisasi pelacuran Teleju. Mental inlender tapi liberal, bertemu dengan peraturan perundangan warisan kolonial. Makin rusaklah negeri ini. MUI dan puluhan ormas Islam di Pekanbaru pun bersikap tegas. Di depan MUI pada hari Selasa (12/8/2008), oknum tersebut berjanji membatalkan acara menjijikkan itu.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan pada semua pihak, wasiat Nabi Muhammad SAW :” Apabila suatu kaum melakukan praktek riba dan perzinahan secara terang-terangan, maka sesungguhnya kaum itu telah menghalalkan dirinya untuk mendapatkan adzab dari Allah azza wajalla” (HR Ahmad). Angka kemiskinan tidak akan turun dengan agenda memalukan yang digagas ”budayawan” yang satu ini. Justeru adzab Allah yang akan dihadapi oleh rakyat Bumi Melayu.
Jika “Sang Budayawan” tadi mengaku jadi orang Indonesia, tentu pernah membaca pembukaan UUD 1945. Di pembukaan itu tegas dinyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia atas berkat Ramat Allah. Tapi kok memperingati HUT kemerdekaan RI dengan melecehkan hukum-hukum Allah? Inilah fenomena Negeri Balap Karung. Berteriak menjungjung nilai-nilai moral, tapi di saat yang sama nilai-nilai moral malah dicampakkan. Hukum-hukum agama pun dilecehkan.

Melepaskan Belenggu Karung.
Jika negeri ini ingin berlari kencang, maka lepaskanlah karung yang membelenggu. Karung yang harus dilepaskan itu adalah simbolisasi dari mental inlander kita. Mental kita yang senantiasa menghamba pada penjajah. Mental kita yang suka mengagung-agungkan hukum kolonial. Mental kita yang senantiasa mendewakan budaya asing.
Jika negeri ini ingin berlari kencang meraih cita-citanya, maka ide-ide “karung” yang membelenggu juga harus dilepaskan. Agar leluasa berlari, agar sesuai dengan fitrah. Ide-ide yang selama ini membelenggu bangsa ini adalah sekularisme, kapitalisme, liberalisme dan isme-isme sesat lainnya.
Jika karung pembelenggu itu telah lepas dari diri kita. Dan kita kembali pada fitrah sebagai hamba Allah. Hamba yang tunduk pada aturan-aturan Dzat yang Maha Pencipta. Maka hukum Allah swt akan kita tegakkan baik pada tataran privat, publik maupun negara, maka Insya Allah kemenangan sejati dan kemerdekaan hakiki benar-benar dapat terwujud. Kesejahteraan, kecerdasan dan keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Inilah hakikat dari mensyukuri kemerdekan, yakni dengan menegakkan aturan Allah SWT, Dzat yang memberi kita limpahan nikmat. Bukan dengan mempropagandakan kemaksiatan.

0 komentar:

 

Makalah Motivasi Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template